Beda Temuan Dewan Pengawas KPK dengan Ombudsman

0
29

Hasil investigasi Ombudsman RI menemukan dugaan bahwa pasal mengenai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) disisipkan di akhir pembahasan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara. Penyisipan ini menyalahi aturan yang dibikin oleh KPK sendiri.

“Di tanggal 5 Januari ada rapat internal KPK yang kemudian menyisipkan satu ayat,” kata anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng, Jumat, 23 Juli 2021. Rapat internal itu adalah pembahasan yang dilakukan antara pimpinan KPK dan pejabat struktural. Robert mengatakan rancangan Perkom yang memuat pembahasan TWK itu sudah dibahas sejak Agustus 2020. Puncak harmonisasi rapat terjadi pada akhir Desember 2020. Hingga saat itu, belum ada pasal tentang TWK. Alih status pegawai disepakati sebagai peralihan, bukan seleksi atau rekrutmen baru.

“Tapi masuk ke Januari ada rapat internal yang membahas dan kesepakatannya menyisipkan satu ayat yang kemudian menjadi pasal 5 ayat 4,” kata Robert.

Robert mengatakan kata penyisipan itu didasarkan pada sebuah notulensi tertulis hasil rapat. Dalam notulensi itu juga memuat motif pelaksanaan TWK. “Saya tidak mau masuk ke sana, dalam catatan rapat ada,” kata dia. Menurut temuan Ombudsman, awalnya TWK hanya akan dilaksanakan oleh KPK. Namun, dalam rapat internal 25 Januari 2021, terjadi perubahan bahwa TWK akan dilaksanakan oleh KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.

Menurut Robert, Peraturan KPK Nomor 12 Tahun 2018 mewajibkan setiap rancangan aturan internal untuk diunggah ke sistem komisi antirasuah. Tujuannya agar semua pegawai bisa membaca dan memberikan tanggapan atas rancangan tersebut. Prosedur itu tidak dilakukan dalam pembahasan perkom alih status, terlebih setelah pasal mengenai TWK disisipkan.

Robert mengatakan draf perkom terakhir diunggah ke sistem internal KPK pada 16 November 2020. Sementara, pasal TWK disisipkan mulai pada 5 Januari 2021 dan akhirnya diundangkan pada 27 Januari 2021. Robert mengatakan hal itu membuat pegawai KPK kehilangan hak untuk mendapatkan informasi dan memberikan masukkan. “Kami melihat terjadi penyimpangan prosedur oleh KPK yang

Di sisi lain, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, Ketua KPK Firli Bahuri tidak melakukan penambahan pasal dalam tes wawasan kebangsaan (TWK). Hal itu diungkap setelah Dewas melakukan serangkaian pemeriksaan atas laporan dugaan pelanggaran etik Ketua KPK atas penambahan pasal dalam TWK. “Tidak benar dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan Saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021,” kata Anggota Dewas Harjono dalam konferensi pers, Jumat (23/7/2021). Dewas KPK beranggapan BKN adalah pihak yang mengusulkan TWK sejak 20 Oktober 2020.

Sementara itu, Dewas juga tidak melanjutkan dugaan pelanggaran etik terhadap lima pimpinan KPK ke persidangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Dewas menilai, dugaan pelanggaran etik tersebut tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik. “Dewan Pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik, dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK, sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewas tidak cukup bukti, sehingga tidak memenuhinya syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.