Direktur ISC : Hukuman Berat dan Sosial Untuk Koruptor

0
41
hendrik aryanto sinaga direktur eksekutif ISC

Walikota Bekasi baru jadi pasien KPK, muncul lagi OTT KPK terhadap Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin,  hal ini membuktikan bahwa hukum terhadap para Koruptor tidak menimbulkan efek jera, dikarenakan putusan hukum para Hakim terhadap tindak korupsi belum maksimal dan ada konspirasi agar hukuman bisa diatur.

Direktur Integritas Studies Centre  (ISC) Hendrik A Sinaga, SH.,MH menyoroti penangkapan Bupati Langkat, Walikota Bekasi  sebagai bukti bahwa hukuman para koruptor tidak maksimal dalam diskusi Suara Integritas bersama para aktifis muda Indonesa yang diselenggarakan  Caffe Titik Beku, Harapan Indah Bekasi, Rabu, 19/01/2022.

Menurut Hendrik bahwa kasus seperti ini akan terus mucul dan tidak akan hilang dimuka bumi Indonesia bilamana persepsi hukuman khususnya para hakim masih sebatas memberikan toleransi dan tidak ada hukuman sosial dari masyarakat.

“Kalau hukuman masih ringan dan hukuman sosial tidak ada dari masyarakat, Korupsi tak akan hilang dan akan muncul lagi, bahkan ada anggapan pejabat yang kena OTT lagi kena Sial” Ujar Hendrik yang juga sebagai wakil sekjen DPP Himpunan Advokat Pengacara Indonesia

Hendrik menambahkan saat ini kita masih melihat banyak pejabat-pejabat daerah, kementrian dan BUMN yang tidak taat azas melaporkan kekayaan dengan baik ini juga membuktikan tidak ada rasa tanggungjawab untuk menjadikan Indonesia bersih dari Korupsi.

Bilamana semua pejabat semua melaoprkan kekayaan dan mau di audit dan undang-undang pembuktian terbalik (pencucian uang) diterapkan hukuman berat dan hukuman sosial dari masyarakat tentunya akan sangat berdampak.

“Suruh saja para koruptor yang ada di LP Sukamiskin membersihkan jalan atau mengecat bangunan sekolah diperlihatkan kemasyarakat banyak setiap seminggu sekal, dampaknya dahsyat bukan disatukan untuk disembuyikan seperti sekarang” Terang Hendrik

Hal senada disampaikan peneliti Integritas Studies Centre (ISC) Dr. Jafar Sidiq, SH,MH dilokasi diskusi, bahwa kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes), karena korupsi di Indonesia sudah meluas dan sistematis yang melanggar hak-hak ekonomi masyarakat. Untuk itu memerlukan cara-cara pemberantasan korupsi yang luar biasa.

“karena dianggap kejahatan luarbiasa, hukumannya jangan yang biasa-biasa harus yang luarbiasa alias berat” ujar Kang Jafar yang juga staf pengajar hukum di Unpad, Untar dan Unla Bandung.

Hakim adalah wakil Tuhan di dunia seharusnya bisa melihat dan peka karena profesi Hakim sangat mandiri khususnya hakim tipikor harus melihat ini secara jernih dan masyarakat juga memiliki peran untuk memberikan cap status sosial yang jelas.

Pemerintah juga harus tegas jangan mengangkat pejabat khususnya di kementrian pejabat yang pernah dihukum korupsi. (INT)