Mencari Keadilan Untuk Nuril, Korban Pelecehan Seksual Malah Dijerat UU ITE

0
455
Keadilan untuk Nuril

Seorang ibu beranak tiga diduga mengalami kriminalisasi yang dilakukan oleh atasannya seorang Kepala Sekolah SMAN 7 berinisial M sebagai pelapor.

Ibu yang juga mantan tenaga honorer tata usaha SMAN 7 Mataram, Baiq Nurul Maknun dihukum 6 bulan penjara dan dikenakan denda sebesar 500 juta rupiah. Nuril dinyatakan terbukti melanggar UU ITE oleh Mahkamah Agung. M menuduh Nuril melakukan pencemaran nama baik. Ia dinyatakan terbukti menyebarkan rekaman perbincangan dengan pelaku M yang merupakan Kepala Sekolah SMAN 7. Padahal pada 26 Juli 2017, Pengadilan Negeri Mataram telah membebaskan Nuril karena dinilai tidak melanggar UU ITE pasal 27 ayat 1 Junto pasal 45 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008. Yaitu tuduhan melakukan perekaman dan penyebaran percakapan asusila atasannya.

Berita ini pun menjadi viral karena Nuril ternyata adalah korban pelecehan seksual namun dijerat UU ITE.

Kasus ini berawal ketika Nuril merekam pembicaraan dengan M pada tahun 2012 lalu. Dalam percakapannya tersebut, M menceritakan tindakan asusila yang dilakukannya dengan seorang perempuan. M sering mengajak Nuril dan rekan kerjanya bekerja lembur. Hampir setiap hari M telepon Nuril dan sering membicarakan hal yang mengarah pada pelanggaran kesusilaan.

Karena dilecehkan, pada 2014 Nuril ditelepon M yang menceritakan perbuatan asusila dengan perempuan, pembicaraan ini direkam Nuril. HP yang dipakai Nuril diberikan kepada kakak ipar, karena kondisinya hampir rusak. Rekaman kemudian berpindah bukan dari Nuril. Setelah rekaman tersebar, Nuril dipanggil oleh Kadis Dikpora Kota Mataram. Empat hari setelah dipanggil, Nuril diberhentikan.

Percakapan itu kemudian terbongkar dan beredar di masyarakat, namun pelaku penyebaran ini bukan Nuril. M akhirnya tidak terima dan melaporkan Nuril kep polisi pada tahun 2015. Nuril kemudian ditahan pada 27 Maret 2017, dan Pengadilan Negeri Kota Mataram sempat membebaskan Nuril dari semua sangkaan. Namun Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi ke MA. Dan akhirnya MA mengabulkan pengajuan dari kasasi tersebut.

Dalam menanggapi kasus tersebut, Pakar hukum pidana Jamin Ginting mengatakan setiap majelis hakim harus memperhatikan tiga unsur dalam memberikan putusan. Pertama, mengenai kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. “Jadi hakim dalam memutuskan suatu perkara tidak bisa hanya melihat dari sisi kepastian hukum saja, tapi juga melihat apakah putusan ini memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan,” ujar Jamin.

Karena seperti diketahui bahwa Pengadilan Negeri sudah membebaskan Nuril, artinya secara materil yaitu saksi-saksi yang diperiksa sudah menyatakan bahwasanya tidak ada unsur perbuatan atau kesalahan yang dilakukannya. “Tetapi di tingkat kasasi, kasasi kan hanya memeriksa tentang yurisprudensial, artinya penerapan hakim sudah benar atau belum. Tapi dia tidak melihat bagaimana saksi memberikn kesaksian dalam PN. Saya kira putusan yang berbeda dengan PN ini, penerapan hukumnya kurang tepat,” tambah Jamin.

Menurut Jamin, pasal 27 mengenai perbuatan asusila, harusnya dilihat dari konteks KUHP, apakah ada perbuatan asusila tidak. Sehingga UU ITE itu hanya melihat, apakah Nuril ini mentransmisikan atau menyebarluaskan. Dan ternyata bukan dia pelakunya.

Kasus Nuril ini pun menuai keprihatinan dari publik dan menjadi viral di kalangan netizen. (INT)