MAKI : “Jaksa KPK yang Taruh Bendera HTI di Meja Kerja Langgar Kode Etik”

0
13

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan jaksa di KPK yang diduga berkaitan dengan polemik bendera HTI atas dugaan pelanggaran kode etik.

“Bahwa atas polemik bendera tersebut, patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut patut diduga telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin PNS sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Senin (4/10).

Boyamin meminta Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan berdasarkan kode etik jaksa, PP 53/2010 tentang Disiplin PNS, Sumpah Jabatan, UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya.

“Meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK, namun Jamwas Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik jaksa di mana pun bertugas,” kata Boyamin.

Boyamin pun berharap pelaporannya itu diproses Jamwas Kejagung. Dia mendasari laporannya itu terkait Kode Etik Jaksa, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Sumpah Jabatan, serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

“Berdasarkan hal-hal tersebut, kami menyampaikan permohonan dilakukan pemeriksaan sesuai tata acara di Jamwas Kejagung dan apabila ditemukan fakta, unsur, dan bukti dugaan pelanggaran kode etik maka kepada yang bersangkutan diberikan sanksi sesuai derajat pelanggaran atas peristiwa tersebut,” kata Boyamin

Mantan pegawai KPK, Tata Khoiriyah, buka-bukaan soal foto yang disebut sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di KPK. Tata menyebut bendera itu berada di meja pegawai yang bukan bagian dari 57 orang yang dipecat gara-gara tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

“Pemilik meja yang ada benderanya diperiksa juga oleh Pengawas Internal KPK. Bahkan Ia diperiksa juga oleh instansi asalnya. Dicari juga kronologi kenapa bisa bendera tersebut masuk dan tersimpan di meja tersebut. Pemilik meja juga diperiksa sama dengan Mas Iwan apakah memiliki keterkaitan dengan gerakan dan organisasi tertentu? Dan kesimpulannya pemilik meja tidak memiliki keterkaitan dengan afiliasi tertentu,” kata Tata dalam tulisannya yang diunggah di akun Facebook-nya, Minggu (3/10/2021).

Iwan yang dimaksud Tata adalah mantan petugas keamanan KPK yang mengambil gambar foto bendera dan menyebarluaskannya dengan narasi bendera tersebut adalah bendera HTI hingga akhirnya dipecat.

KPK sudah buka suara terkait polemik ini. Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan kelompok atau organisasi terlarang sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang perbuatannya.

KPK, lanjut Ali, mengingatkan seluruh insan komisi untuk menghindari penggunaan atribut masing-masing agama di lingkungan kerja demi menjaga kerukunan umat beragama.

“Kecuali yang dijadikan sarana ibadah,” ucap Ali.

Sementara itu, lembaga antirasuah memecat staf satuan pengamanan (satpam) bernama Iwan Ismail terkait penyebaran foto bendera diduga HTI. Tim pengawas internal, tutur Ali, sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, bukti, dan keterangan lain terkait dengan foto yang diduga diambil pada September 2019 lalu.

Pegawai tersebut, lanjut Ali, secara sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar atau bohong dan menyesatkan ke pihak eksternal sehingga menimbulkan kebencian dari masyarakat. Perbuatan itu berdampak pada penurunan citra dan nama baik KPK.

“Perbuatan ini termasuk kategori Pelanggaran Berat sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK,” ucap Ali.

Selain itu, perbuatan dimaksud juga melanggar Kode Etik KPK sebagaimana diatur Perkom Nomor 07 Tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK.

Iwan disebut melanggar nilai Integritas untuk memiliki komitmen dan loyalitas kepada komisi, serta mengesampingkan kepentingan pribadi/golongan dalam pelaksanaan tugas.

“Yang bersangkutan juga melanggar nilai profesionalisme untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis. Serta pelanggaran terhadap nilai Kepemimpinan, untuk saling menghormati dan menghargai sesama insan komisi, serta menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari hari,” terang Ali.