Skripsi Tidak Wajib menjadi Syarat Kelulusan

0
14

Mahasiswa jenjang S1 atau D4 kini tidak lagi wajib mengerjakan skripsi sebagai syarat kelulusan. Syaratnya, program studi yang diambil mahasiswa S1 atau sarjana terapan telah menerapkan kurikulum berbasis proyek maupun bentuk lain yang sejenis. Dengan begitu, mahasiswa bisa mengerjakan prototipe, proyek, atau sejenisnya sebagai pengganti skripsi.

Aturan itu tertuang dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Beleid ini diluncurkan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar Episode ke-26 bertajuk “Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi” pada Selasa, 29 Agustus 2023.

“Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa bentuk prototipe dan proyek. Bisa bentuk lainnya. Tidak hanya skripsi, tesis, dan disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi,” ujar Nadiem dalam acara tersebut disiarkan secara daring melalui kanal Youtube Kementerian Pendidikan.

Dia menuturkan di masa sekarang kewajiban mahasiswa untuk menerbitkan skripsi dinilai tak lagi relevan untuk menunjukkan kompentensi. “Ini mulai aneh, karena sekarang ada berbagai macam cara untuk menunjukkan kompentensi. Kalau kompetensinya di bidang technical,  apakah penulisan ilmiah adalah cara yang tepat untuk mengukur kompetensi?” ujar Nadiem.

Nadiem menjelaskan kampus terutama kepala prodi diberikan kebebasan untuk menentukan standar capaian kelulusan mahasiswa. Di aturan sebelumnya, kompetensi sikap dan pengetahuan dijabarkan terpisah dan secara rinci. Sehingga, hal itu mewajibkan mahasiswa sarjana dan sarjana terapan membuat skripsi.

Terkait aturan tersebut, Rektor Universitas Teknik Sumbawa, Chairul Hudaya, mengatakan, “Dengan memberikan kepercayaan kepada perguruan tinggi, kami bisa menentukan sikap, keterampilan umum maupun khusus. Dan ini memberikan keleluasan buat kampus tanpa menurunkan kualitas pembelajaran,” tuturnya.

Dia menuturkan pendidikan tinggi di wilayah Indonesia Timur memiliki tantangan berbeda dengan wilayah lain. Menurut Chairul Hudaya, dengan memberikan keleluasaan, pihaknya bisa mewujudkan SDM unggul yang konkret.

Dukungan juga muncul lantaran Permendikbudristek ini memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi. Salah satunya, soal standar kompetensi lulusan yang tidak lagi dijabarkan secara rinci dan kaku. Misalnya saja tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi, tesis, atau disertasi.