Pencopotan Hakim MK Aswanto oleh DPR Cacat Hukum dan Prosedur

0
2

Keputusan DPR  memberhentikan Hakim MK Aswanto untuk digantikan dengan Sekjen MK, Guntur Hamzah melalui sidang paripurna pada Kamis (29/09) berbuntut panjang. Gelombang protes atas langkah DPR tersebut terus bergulir karena dianggap cacat hukum dan cacat prosedur.  Aswanto merupakan salah satu hakim MK yang menyatakan Undang Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Dalam keterangan kepada media, Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto mengatakan “Ini adalah keputusan politis“. Bambang menilai Hakim MK Aswanto tidak memiliki komitmen dengan DPR karena menganulir produk UU yang dibuat DPR. “Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh,” katanya kepada media.

Lembaga wakil rakyat mencopot Aswanto dengan dalih hakim MK tersebut kerap membatalkan produk undang undang DPR.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai pemberhentian Aswanto melanggar hukum dan mengganggu independensi peradilan. Pasalnya, DPR tidak memiliki wewenang untuk memecat hakim konstitusi. Apalagi alasan utama DPR mengganti Aswanto adalah karena banyak menganulir UU yang dibuat oleh DPR. “Problem pemberhentian paksa hakim konstitusi Aswanto yang kita tahu ini adalah salah satu bagian dari cara penguasa untuk ganggu independensi peradilan,” kata Peneliti PSHK, Agil Oktaryal dalam diskusi media di Jakarta, Senin (3/10/2022).

Sementara itu, mantan Hakim MK, Hamdan Zoelva mengatakan ini merupakan “kejadian luar biasa yang tak pernah terjadi sepanjang sejarah Indonesia,” dan tanda prinsip negara hukum semakin rusak.