Guru Besar Filsafat Moral : Bharada E Orang Kecil Tak Bisa Tolak Perintah

0
8

Guru besar filsafat moral Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno, menyatakan terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana, Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), hanya orang kecil yang tak bisa mengelak saat diperintah Ferdy Sambo buat menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Romo Magnis, yang beberapa waktu lalu dihadirkan dalam persidangan sebagai ahli yang meringankan, menilai posisi Richard ketika peristiwa berdarah pada 8 Juli 2022 itu tak punya pilihan selain menaati perintah. Sebab, perbedaan pangkat dan jabatan yang terlalu jauh dengan Ferdy Sambo juga dinilai menjadi faktor yang membuat Richard tak bisa mengelak.

“Jadi belum masalahnya dia sendiri diancam atau tidak. Itu dalam waktu yang sangat singkat, barangkali hanya 10 detik yang tersedia. Situasi dia harus memutuskan laksanakan atau tidak. Dia orang kecil. Dia juga dalam situasi perintah itu apakah betul-betul jahat,” kata Romo Magnis dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, seperti dikutip pada Kamis (2/2/2023). Menurut Romo Magnis, faktor itulah yang membuat Richard tidak bisa menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Yosua.

Apalagi menurut Romo Magnis, Richard sebagai polisi dengan pangkat paling rendah tidak dalam posisi berani mempertanyakan atau menolak perintah. “Dalam budaya polisi yang merupakan budaya perintah harus dilaksanakan, semboyan laksanakan tidak mengharapkan bawahan bertanya ‘apakah berhak memberi perintah atau tidak’ harus dilaksanakan,” ujar Romo Magnis.

Romo Magnis juga menilai tindakan Richard menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo tidak bisa dibenarkan. Akan tetapi menurut dia, saat itu Richard tidak dalam posisi untuk memutuskan apakah perintah itu baik atau jahat. “Eliezer mendapat perintah keras bukan dari atasan kecil tapi dari seseorang jenderal polisi yang amat kuat yang tentu saja, orang seperti Eliezer tidak boleh menanyakan sama sekali. Laksanakan. Itu yang dia tangkap,” ucap Romo Magnis.