Simak Aturan Baru di Undang-undang HPP

0
15

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna pada Kamis (07/10/2021).

Aturan ini akan berisi sejumlah ketentuan baru dalam bidang perpajakan di Indonesia. Dari mulai perubahan PPN hingga perubahan NIK menjadi NPWP.

Berikut sejumlah aturan baru tersebut:

  1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif PPN akan naik dari 10 persen sampai tahun ini menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025. Kendati naik, namun pemerintah tidak jadi memberlakukan skema PPN multitarif seperti yang pernah dikaji untuk masuk ke UU HPP.

Selain itu, pemerintah tidak jadi memungut PPN pada bahan kebutuhan pokok (sembako), jasa pendidikan atau sekolah, jasa keuangan, hingga jasa kesehatan. Pertimbangannya demi menjaga daya beli masyarakat di tengah pandemi covid-19.

  1. Pajak Penghasilan (PPh)

Batas penghasilan kena pajak (PKP) untuk tarif PPh bagi wajib pajak orang pribadi sebesar 5 persen naik dari semula untuk penghasilan sampai Rp50 juta, kini menjadi sampai penghasilan Rp60 juta. Begitu juga dengan tarif PPh 15 persen yang semula dikenakan pada wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp50 juta sampai Rp250 juta, diubah jadi di atas Rp60 juta sampai Rp250 juta.

Perubahan juga terjadi pada wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp5 miliar, semula tarif PPh-nya 30 persen, kini jadi 35 persen. Sedangkan tarif PPh Badan tidak jadi dinaikkan atau tetap 22 persen pada tahun depan.

  1. Pajak Karbon

Pemerintah akan memungut pajak karbon dengan tarif Rp30 per kilogram (kg) mulai 1 April 2022. Hal ini untuk membantu negara mengurangi emisi karbon. Namun, tarifnya lebih rendah dari rencana semula sebesar Rp75 per kg.

  1. Nomor Induk Kependudukan (NIK) jadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Pemerintah akan menggunakan NIK sebagai NPWP. Namun, hal ini tak berarti semua warga negara Indonesia (WNI) yang punya NIK akan dikenakan pungutan pajak karena tetap akan melihat ketentuan penghasilan dan syarat perpajakan yang berlaku.

  1. Denda Pajak

Denda atau sanksi administasi bagi pengemplang pajak turun dari semula 50 persen menjadi 30 persen dari kewajiban pajaknya. Ketentuan berlaku untuk pengemplang pajak yang ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan langsung membayar pajaknya.

Tapi bagi yang menempuh jalur pengadilan dulu, maka sanksinya dikenakan sebesar 60 persen dari semula 100 persen. Selain itu, pemerintah tidak memidanakan pengemplang pajak, namun cukup membayar dendanya.

 

  1. Tax Amnesty Jilid II

Program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II akan dilangsungkan mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Program menyasar wajib pajak yang mengungkap harta yang belum terlapor usai tax amnesty jilid I dan SPT Tahunan 2020 secara sukarela.