ISC: Kejahatan Korupsi Tak Bisa Direstoratif Justice

0
90
Hendrik Sinaga, SH,MH - Direktur Eksekutif ISC

Kejaksaan Agung sedang mengkaji semua perkara kerugianya yang dibawah 50 Juta akan di restoratif justice baik itu perkara pidana umum maupun korupsi hal ini disampaikan dalam Webinar bertanjuk “ Keadilan Restoratif” yang disiarkan secara virtual, Selasa (8/3/2022)

“Terkait tindak pidana korupsi yang tidak berkaitan dengan kerugian keuangan negara, maupun yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara dengan nominal kerugian yang relatif kecil, misalnya di bawah Rp 50 juta, kiranya patut menjadi bahan diskursus bersama apakah perkara tersebut harus dilakukan penjatuhan sanksi pidana penjara atau dapat menggunakan mekanisme penjatuhan sanksi lain?” kata Burhanuddin

Menurut Burhanuddin, kasus korupsi dengan kerugian keuangan negara kecil dapat diselesaikan dengan restorative justice. Diketahui restorative justice telah diterapkan di beberapa kasus yang berkaitan rakyat kecil, tetapi ia menginginkan keadilan restoratif dapat diterapkan dengan memperhatikan kualitas, jenis, dan berat ringannya suatu perkara.

Dalam kasus tindak pidana korupsi, menurut Burhanuddin, restoratif justice dapat diterapkan terhadap nominal kerugian negara yang kecil dengan tujuan pengembalian kerugian keuangan negara.

“Dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi penerapan keadilan restoratif ini dimungkinkan dapat diterapkan untuk para pelaku, satu tindak pidana korupsi yang perbuatannya tidak berkaitan dengan kerugian keuangan negara, maupun yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, namun dengan nominal kerugian yang kecil, dengan mengingat kejahatan tindak pidana korupsi pada dasarnya adalah kejahatan finansial,” kata Burhanuddin.

Namun Direktur Eksekutif Integritas Studies Centre (ISC) Hendrik Sinaga, SH,MH tidak setuju bilamana Restoratif Justice diberikan kepada kejahatan korupsi dengan dalih apapun dikarenakan Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crimes) yang memiliki dampak luas pada masyarakat dan negara.

“Kejahatan korupsi itu memiliki dampak luas dan sistematis dan lebih banyak yang tidak terditeksi karena semuanya ditutup dengan rapi, Bisa saja buktinya sedikit padalah yang disembunyikan luarbiasa itu kita sudah mengertilah” Ujar Hendrik yang tercatat sebagai Wasekjen DPP HAPI (Himpunan Advokat Pengacara Indonesia), dikantornya Dell Building, Jakarta, (8/3/2022).

Korupsi memiliki dampak negatif dan luas, Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi operasi bisnis, lapangan kerja, dan investasi. Tingginya tingkat korupsi pada masyarakat luas berdampak pada menurunnya kepercayaan terhadap hukum dan supremasi hukum.

“Makanya kita membuat KPK dikarenakan Polisi dan Kejaksaan saat itu tidak mendapat kepercayaan masyarakat karena korupsi marak dimana-mana” Ujarnya

Justru tanpa restorative Justice, kejaksaan bisa mengeluarkan Surat Perintah Perhentian Penyidikan (SP3) yang memang hasil memperhatikan kualitas, jenis, dan berat ringannya suatu perkara.

Jadi saya tidak sepakat dengan rencana Kejaksaan Agung bilamana Kejahatan Korupsi masuk dalam area Restoratif Justice karena itu akan melukai rakyat Indonesia yang susah karena para koruptor. (CPK)