BNPB: Korban Jiwa Bencana Banjir di Jabodetabek, Banten, dan Jawa Barat, Kini 60 Orang

0
97
korban meninggal akibat banjir dan longsor di Jabodetabek, Banten, dan Jawa Barat, bertambah menjadi 60 orang

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban meninggal akibat banjir dan longsor di Jabodetabek, Banten, dan Jawa Barat, bertambah menjadi 60 orang. Dua orang masih hilang hingga Sabtu (4/1).

Jumlah tersebut bertambah dari sebelumnya 53 korban meninggal dunia dalam bencana banjir dan tanah longsor.

“Jumlah korban per tanggal 4 Januari 2020, pukul 18.00 WIB, sebanyak 60 orang meninggal dan dua orang hilang,” imbuh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo dari keterangan tertulis, Minggu (5/1).

Agus menyatakan tambahan jumlah korban meninggal terjadi di Kabupaten Lebak, Banten.

Sebelumnya, BNPB mencatat Kabupaten Bogor, Jawa Barat, merupakan wilayah terdampak banjir dengan jumlah korban paling banyak, yakni 16 orang.

Disusul oleh Kabupaten Lebak (9 orang), Kota Bekasi (9 orang), Jakarta Timur (7 orang), dan Kota Depok (3 orang).

Agus mengatakan data jumlah korban akibat banjir dihimpun dari data BPBD, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial.

Sementara, jumlah warga terdampak banjir dan longsor di Jabodetabek mencapai 409 ribu jiwa hingga Kamis (2/1) pukul 22.00 WIB. Dari jumlah, lebih dari 173 ribu jiwa ada di tempat-tempat pengungsian.

Namun, kata Agus, saat ini jumlah pengungsi mulai menurun. “Pengungsi di beberapa wilayah mengalami penurunan, karena kembali ke rumahnya masing-masing,” ujarnya.

Cuaca Ekstrem

Di sisi lain, Agus meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seluruh Indonesia aktif menginformasikan peringatan dini cuaca ekstrem kepada masyarakat. Melalui peringatan dini tersebut, warga dapat meningkatkan kewaspadaan dan siap siaga.

Hal tersebut tak terlepas dari hasil analisis BMKG mengenai kondisi dinamika atmosfer terkini. Laporan BMKG hari ini, Minggu (5/1) menunjukkan bahwa potensi hujan lebat di beberapa wilayah Indonesia masih terjadi dalam sepekan ke depan.

Menurut laporan BMKG, berkurangnya pola tekanan rendah di Belahan Bumi Utara (BBU) dan meningkatnya pola Tekanan Rendah di wilayah Belahan Bumi Selatan (BBS) mengindikasikan terjadinya peningkatan aktivitas Monsun Asia yang dapat menyebabkan penambahan massa udara basah di wilayah Indonesia.

Di samping itu, lanjut Agus, meningkatnya pola tekanan rendah di BBS, di sekitar Australia, dapat membentuk pola konvergensi atau pertemuan massa udara dan belokan angin menjadi signifikan meningkatkan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia terutama di bagian selatan ekuator.

Berdasarkan model prediksi, aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) fase basah diprediksikan mulai aktif di sekitar wilayah Indonesia selama periode sepekan ke depan. Menurut BMKG, kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi pembentukan awan hujan cukup signifikan di wilayah Indonesia.

Berdasarkan kondisi tersebut, BMKG memperkirakan dalam periode sepekan ke depan potensi cuaca ekstrem serta curah hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang berpotensi terjadi di beberapa wilayah nusantara.

Kondisi cuaca juga memicu terjadinya potensi ketinggian gelombang laut di wilayah Indonesia hingga mencapai lebih dari 2,5 meter di beberapa wilayah perairan untuk sepekan ke depan.

“Semua pihak diimbau untuk waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi cuaca ekstrem sepekan ke depan,” katanya.

Agus mengimbau masyarakat agar waspada dan siap-siap apabila terjadi bencana banjir, longsor dan puting beliung. Masyarakat juga diminta mengamankan dokumen-dokumen penting. (INT)