Pemerintah Targetkan Perguruan Tinggi Negeri Semakin Diakui di Tingkat Global

0
336
Strategi sudah disiapkan agar PTN bisa diakui di tingkat global

Pemerintah memiliki ambisi besar agar kampus-kampus negeri ternama di Indonesia semakin diakui di tingkat global. Dari pemetaan awal, ditargetkan ada 11 perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH) yang bisa menembus 500 besar dunia.

Untuk mencapai target besar ini, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir mengakui tak mudah. Namun, sejumlah strategi sudah disiapkan, termasuk mengalokasikan anggaran yang memadai.

Keinginan Indonesia bisa masuk 500 besar di dunia, juga menjadi harapan Presiden Joko Widodo. “Ini yang akan kita dorong,” kata Nasir pada Sidang Majelis Senat Akademik PTNBH di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Sumatera Utara, selasa 19/2.

Menristek-Dikti menyampaikan ada beberapa strategi yang diusulkan Kemenristek- Dikti untuk mewujudkan target itu. Pemetaan pertama adalah mendorong tiga PTNBH, yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sudah masuk 300-500 besar dunia untuk naik ke-200 besar dunia.

Menurut QS World Ranking, UI berada di peringkat 292, ITB 359, dan UGM 391. Kemenristek-Dikti juga akan memetakan PTNBH mana yang bisa masuk 400-500 besar dunia. Pemetaan juga berlaku un tuk PTN badan layanan umum.

Dengan demikian, nantinya bisa terlihat PTN Badan Layanan Umum (BLU) mana yang bisa diangkat menjadi PTNBH. Dia menjelaskan, untuk masuk 500 besar dunia, PTNBH harus didukung dengan sistem pengelolaan keuangan. Besaran anggaran ini juga disesuaikan dengan target peringkat masing-masing PTN.Untuk PTNBH, berdasarkan urutan penetapan mencakup ITB, UGM, Institut Pertanian Bogor (IPB), UI, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas Hasanuddin, serta Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Mengenai sistem keuangan ini, Nasir mengungkapkan bahwa dia sudah menemui jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengajukan beberapa strategi.

Menurutnya, supaya bisa menjadi universitas global maka diperlukan kewenangan lebih pada masalah keuangan PTNBH. Tidak hanya bisa mengelola dana sendiri, namun PTNBH ini juga bisa mendapatkan blockgrant. Untuk target capaiannya ditentukan oleh kampus masing-masing, namun tetap masih ada kontrak kinerja dengan kementerian.

Selain berkoordinasi dengan Kemenkeu, Menteri Nasir juga sudah mengajukan usulan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) terkait dengan kelembagaan PTNBH. Tujuannya agar perguruan tinggi memiliki fleksibilitas, terutama terkait pembukaan lembaga, program, atau jabatan.

Selain berencana memberikan fleksibilitas lebih, Menristek-Dikti juga menargetkan setiap PTNBH perlu membuat rencana riset yang spesifik dan sesuai kebutuhan serta kemampuannya. Semua target harus terkoneksi dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN).

“Kami konsentrasikan pada pengembangan iptek yang bisa menghasilkan inovasi, jangan sampai “riset based on common sense” atau berdasarkan keinginan peneliti sendiri, perguruan tinggi harus membuat satu kerangka, mengacu pada RIRN,” ungkap Nasir.

Rektor USU Runtung Sitepu berharap dengan pertemuan pengelola PTNBH bisa melahirkan solusi memperbaiki sistem yang sesuai kebutuhan zaman.

Anggota Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Asep Saefuddin berpendapat ada beberapa hal yang mesti dipenuhi agar kampus di Indonesia bisa menjadi berkelas dunia. Pertama, PTNBH tidak terjebak pada pendidikan S-1. “Sebab ini akan sulit mendongkrak men jadi universitas riset. Sebab selama belum masuk kategori universitas riset, sulit bagi per guru an tinggi kita dihitung dalam kancah world class university (WCU),” katanya.

Kedua, Asep yang juga guru besar IPB ini juga melihat bahwa minat mahasiswa asing untuk belajar di Indonesia masih rendah. Oleh karena itu diperlukan regulasi pemerintah dalam mempermudah visa mahasiswa asing.

Konsentrasi mahasiswa asing selama ini menjadi tolok ukur WCU. Ketiga , penyampaian perkuliahan di Indonesia juga mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa asing. Umumnya kampus saat ini masih cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam pengajaran. (INT)